Burung Bersayap Kupu-kupu - Part 1

Pada suatu siang yang terik, seekor kupu-kupu bertengger tenang di ranting pohon cemara. Pandangannya menyapu sekitar. Menikmati rerumputan hijau yang terhampar. Wajah kecilnya tertiup angin dingin musim kemarau.
Sumber: voices.nationalgeographic.com

Saat matanya terpejam karena  mensyukuri nikmat menjadi kupu-kupu, ranting pohon itu bergoyang. Kaget, dia pun spontan menoleh ke kiri. Ternyata tidak ada apa-apa.

Apa itu angin saja, tapi kok nggak kayak angin, mbatinnya.

"Duh Gusti" ucapnya setengah berteriak sambil berkomat-kamit ketika menoleh ke kanan. Ternyata ada seekor burung pipit yang menggoyangkan ranting dan sudah berada di sampingnya.

"Maaf ya. Nggak sengaja. Aku hanya kagum dari kejauhan. Melihat sayapmu yang indah itu" ucapnya sambil dengan paruh kecilnya meraba sayap kupu-kupu yang sudah kembali menghadap ke depan.

"Oalah." Dia tidak berbalik. Tetap bertengger sempurna. "Sayap seindah ini adalah pemberian Allah, Tuhan sekalian alam. Bukan aku yang membuat."

"Lha berarti kamu nggak ngapa-ngapain"

"Ya nggak tinggal diam. Ikut berusaha. Tidak pasrah terus tiba-tiba dapat sayap seindah ini. Nggak." Kupu-kupu itu lalu mencoba membenarkan posisinya di ranting yang sudah agak bergoyang.

"Memangnya apa yang kamu lakukan?"

"Saat masih ulat, bapak ibuku sudah memberi tahu bahwa aku bisa terbang. Aku membayangkannya tiap malam. Tiap mau tidur. Saat itu, sayap akan menyatu dengan tubuhku. Aku akan bisa mengepakkannya dengan anggun. Lalu, perlahan badanku terangkat dari ranting. Dan piass, aku bisa melihat rerumputan dari atas tanpa penghalang. Aku akan bebas sebebas-bebasnya."

"Jadi, kamu dulunya ulat? Ulat yang kadang aku makan itu" tanyanya heran. Matanya melongo dan takjub membayangkan kupu-kupu yang disebelahnya itu awalnya adalah ulat. Ya, ulat. Dan ada sedikit rasa bersalah di hatinya. Mungkin ulat yang kumakan kemarin itu bisa menjadi kupu-kupu yang indah andai tidak kumakan, pikirnya.

"Ya, dulunya aku ulat. Bapak ibuku juga ulat. Saudara-saudaraku juga ulat. Semua kupu-kupu awalnya ulat. Tapi kami terus berubah. Ayah dan ibuku yang mengajariku tentang cara memiliki sayap. Mereka berpesan: Kamu bisa menjadi kupu-kupu. Namun, kamu tidak bisa memilih warna sayapmu. Keindahannya ditentukan oleh perilakumu saat menjadi ulat."

"Wah seru juga ya. Kalo aku kan langsung punya sayap."

"Enak memang kalo langsung punya sayap. Aku nggak. Setiap malam saat masih ulat, aku harus membantu ayah dan ibu membersihkan sayap mereka. Sebagai hadiahnya, ayah dan ibu bercerita tentang tempat-tempat yang mereka datangi dengan sayap-sayap itu. Aku jadi tambah kepengin jadi kupu-kupu."

"Gimana sih ceritanya dari awal. Aku nggak sabar pengin segera tahu" desak burung pipit kepada kupu-kupu, sambil sedikit mengepakkan sayapnya.

----- Bersambung -----
Previous
Next Post »
0 Komentar